Tuesday, August 17, 2010

RIWAYAT KASUS PADA PEMERIKSAAN LENGKAP ANAK

FAUZAN AKMAL

Bagian Pedodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155


WARGA TOLAK SAMPAH RSPD

FAUZAN AKMAL

Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155

Human Papilloma Virus (HPV) sebagai Penyebab Karsinoma Rongga Mulut

DEFINISI
HPV merupakan virus DNA famili Papovaviridae (papovaviruses), DNA virus terdiri dari double strand dan sirkular dengan 5-8 gen dan virus ini tidak berselubung. Virus ini menginfeksi sel pipih epitelium dan menyebabkan keadaan hiperplasia dari sel epitel pipih. HPV merupakan virus DNA yang berukuran 8000 pasang basa, berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid.
Terdapat lebih dari 100 tipe HPV dimana sebagian besar tidak berbahaya, tidak menimbulkan gejala yang terlihat dan akan hilang dengan sendirinya. Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda (18-28 tahun). Terdapat 18 tipe HPV yang menyebabkan kanker serviks antara lain 16, 18, 45, 31, 33, 52, 35, dan 58. Dimana tipe 16 dan 18 menyebabkan paling sedikit 70% dari keseluruhan kanker serviks yang terjadi di dunia.
Virus HPV (Human Papiloma Virus) ditemukan oleh Harald zur Hausen dari Jerman. Dengan prestasinya menemukan mekanisme reproduksi virus HPV mengantarkan peneliti ini meraih satu dari tiga penghargaan Nobel bidang Kedokteran tahun 2008. Dia menemukan tipe HPV 16 yang menyebabkan tumor pada tahun 1983 dan setahun kemudian mengklon HPV 16 dan 18 dari pasien yang terkena kanker. HPV tipe 16 dan 18 secara konsisten ditemukan pada sekitar 70 persen biopsi kanker rahim di seluruh dunia. Sampai saat ini Tipe HPV digolongkan menjadi tipe ganas dan tidak, yaitu: penggolongan jenis HPV tipe high risk (HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68) dan low risk (tipe 6, 11 dan 46).

STATISTIK
Kurang lebih 20 juta orang Amerika saat ini terinfeksi HPV, dan diprediksi 6,2 juta selanjutnya akan terjangkit tiap tahunnya. Paling tidak 50% dari pria dan wanita yang aktif secara seksual terkena penyakit kelamin HPV pada suatu waktu dalam hidupnya. Diperkirakan 50% orang yang aktif secara seksual yang berusia 15-49 tahun di AS mengalami sedikitnya satu jenis infeksi HPV. Statistik untuk Indonesia belum diketahui.
Populasi masyarakat tertentu beresiko lebih tinggi terkena kanker yang berhubungan dengan HPV, seperti pria Gay dan Biseksual, and seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah (termasuk mereka yang sudah terjangkit HIV/AIDS)

PENULARAN
Virus HPV ditularkan melalui kontak vaginal sex, anal sex, oral sex, atau kontak antar organ-organ kelamin.
Banyak penderita yang sudah bertahun-tahun terjangkit HPV tanpa menyadarinya dan menularkannya kepada partner sex lainnya.
Perlu diketahui, yang disebut seks oral adalah: stimulasi genital pasangan dengan mulut atau lidah. Praktik ini dinamakan "cunnilingus", jika genital yang distimulasi adalah genital perempuan, dan "fellatio" jika genitalnya adalah genital pria. Raphael Viscidi, seorang peneliti virus yang terlibat dalam riset ini yakin bahwa temuan ini semakin memperkuat kaitan antara HPV dan kanker rongga mulut. Selama ini, minum minuman yang beralkohol dan rokok ditengarai mengakibatkan 75-90 persen kasus kanker mulut. Kombinasi asap rokok dan alkohol menghasilkan senyawa-senyawa yang bisa memicu munculnya tumor ganas rongga mulut.
Dr. Ferryal Loetan, seorang pakar seksologi juga mengatakan bahwa oral sex yang dilakukan oleh wanita terhadap pria dapat memungkinkan penularan penyakit di dalam tubuh. Sebab di dalam mulut terdapat banyak air liur. Beberapa kuman maupun bakteri memang ada yang tidak tahan dengan zat-zat yang ada di dalam air liur tersebut namun tidak semuanya. Demikian pula dengan berbagai macam jamur termasuk virus yang sering ada di badan manusia. Dimana yang menerima oral mempunyai penyakit, maka dapat saja menularkan penyakitnya kepada yang memberikan oral, begitu pula sebaliknya. Tapi kalau keduanya sehat maka tidak ada masalah.
Walau sangat jarang sekali terjadi, wanita hamil dengan penyakit kelamin HPV dapat menularkan HPV pada bayi yang dilahirkan melalui persalinan normal. Pada kasus seperti ini, sang anak dapat mengalami pertumbuhan kutil pada tenggorokan atau kotak suaranya. Kondisi tersebut disebut RRP (recurrent respiratory papillomatosis)
Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama dengan polaritas virus, maka dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus menginfeksi materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker.

HPV SEBAGAI PENYEBAB KANKER RONGGA MULUT
Kanker rongga mulut - sama seperti jenis penyakit kanker lainnya, belum diketahui penyebabnya. Faktor-faktor pemicunya justru sudah jelas. Kebiasaan merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan mengunyah sirih dengan tembakau menduduki peringkat tertinggi faktor pemicu ekstrinsik yang paling banyak mengakibatkan kanker rongga mulut. Masih ada beberapa faktor lain seperti kesehatan mulut yang buruk, dan infeksi virus seperti sipilis dan virus papilloma manusia (Human Papilloma Virus/HPV). Kebiasaan menghisap ganja diyakini juga bisa memicu kanker rongga mulut, seperti yang dialami oleh kebanyakan penderita kanker mulut di Amerika Serikat.
Dilihat dari faktor pemicunya, para perokok dan peminum minuman beralkohol tergolong beresiko tinggi untuk mengidap kanker rongga mulut. Begitu pula orang-orang yang memiliki kebiasaan mengunyah sirih dan tembakau. Tembakau mengandung berbagai carcinogen atau substansi pemicu kanker seperti nikotin, polycyclic aromatic hydrocarbons, nitrosoproline dan polonium. Hasil penelitian menunjukkan pengonsumsi tembakau memiliki resiko terkena kanker 8 kali lipat lebih tinggi dibandingkan yang tidak menggunakan tembakau.
Di Indonesia kasus kanker rongga mulut, menurut dr. Simandjuntak SpB, ONK dari RS PGI Cikini berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Kebanyakan pengidapnya adalah kaum wanita dari kota kecil yang memiliki kebiasaan menyirih. Sebagian kecil penderita lainnya adalah para pria dari kota besar yang merokok. Usia penderita berkisar antara 50-70 tahun.
Kasus kanker rongga mulut yang terbanyak tercatat di India. Dr. Surendra Shastri, Kepala Bagian Onkologi dari Tata Memorial Hospital, mencatat setiap tahunnya terdapat 300.000 penderita kanker rongga mulut dari 700.000 kasus kanker yang terjadi di India. Kebiasaan mengunyah tembakau dengan buah pinang yang banyak dilakukan masyarakat India disinyalir merupakan faktor penyebab utama. Banyaknya jumlah penderita kanker rongga mulut di India juga disebabkan oleh faktor intrinsik yakni faktor genetik.
Selain ketiga faktor tersebut di antas, kebersihan rongga mulut yang tidak terjaga pun ikut ambil peranan memicu timbulnya kanker rongga mulut. Ada pula kanker rongga mulut yang berawal dari gigi bolong yang tak dirawat atau luka tkronis pada mulut akibat gigi palsu yang letaknya tidak pas. Faktor lain yang tak boleh diabaikan adalah kebiasaan melakukan seks oral. Hasil penelitian Badan Penelitian Kanker Internasional (IARC) di Lyon, Prancis menemukan bukti adanya hubungan antara seks oral dengan penularan infeksi virus yang memicu tumbuhnya tumor atau kanker di rongga mulut.
Untuk memastikan pasien mengidap kanker atau tidak, setiap pasien yang mengalami keluhan-keluhan tersebut harus menjalani tes biopsi. Jaringan yang diduga terkena kanker akan dipotong sekitar 2-3 milimeter jaringan untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan sudah dapat diperoleh setelah 4-5 hari.
Sayangnya karena pasien biasanya baru memeriksakan diri ke dokter dalam keadan kanker stadium lanjut, pengobatan melalui operasi menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Bentuk rongga mulut dan organ mulut yang kecil turut mempersulit proses operasi pengangkatan kanker.
Kanker rongga mulut dapat menyebar secara lokal dan merusak jaringan di sekitarnya jika tidak ditangani secara tepat dan cepat. Ancaman yang lebih serius terjadi jika sel kanker menyebar hingga ke kelenjar getah bening di bawah dagu atau leher samping atas. Penyebaran bisa jadi lebih meluas melalui pembuluh darah hingga ke paru-paru atau tempat-tempat lainnya.
Bila dibandingkan, bercak merah (eritoplakia) dianggap lebih berbahaya ketimbang bercak putih (leukoplakia) , bercak putih masih dianggap sebagai lesi atau kelainan pra kanker , Pada tahap awal leukoplakia tidak menimbulkan rasa sakit atau perih. Setelah beberapa lama leukoplakia mengalami penebalan dengan permukaan yang licin. 6-10% dari kelainan ini akan menjadi kanker rongga mulut.

Sedangkan Bercak merah bentuknya seperti sariawan yang tak kunjung sembuh. Bila mengalami pembesaran, bercak akan berubah seperti kembang kol atau bunga kaktus. Bagian tengahnya rapuh dan berbau. 90 % 90% dari eritoplakia akan menjadi kanker rongga mulut . “ciri utama adalah, bila mengalami sariawan hingga lebih dari 2 minggu,disertai dengan posisi bercak putih yang menetap pada lapisan dalam rongga mulut maka segera periksakan” ungkapnya.

Karena tidak merasakan gejala, kebanyakan pasien baru memeriksakan diri ketika kanker rongga mulut yang mereka idap sudah berstatus stadium lanjut. Penderita umumnya datang dengan keluhan berupa benjolan, tukak atau borok pada bagian-bagian mulut, dan benjolan di leher. Pada stadium lanjut ini penderita sudah mulai menderita rasa nyeri. 50% dari kanker rongga mulut umumnya menyerang lidah (2/3 bagian lidah dari depan) dan dasar mulut. 50% lainnya menyerang pipi bagian dalam dan gusi. Ada pula yang mengidapnya di bagian langit-langit dan bibir bagian dalam.

Bila kondisi ini dibiarkan begitu saja, maka Kanker rongga mulut dapat menyebar secara lokal dan merusak jaringan di sekitarnya jika tidak ditangani secara tepat dan cepat. Ancaman yang lebih serius terjadi jika sel kanker menyebar hingga ke kelenjar getah bening di bawah dagu atau leher samping atas. Penyebaran meluas melalui pembuluh darah hingga ke paru-paru atau tempat-tempat lainnya.

Sejauh ini kanker rongga mulut diatasi dengan operasi pengangkatan jaringan yang terkena kanker. Bila dirasa perlu pasien juga akan diterapi dengan penyinaran atau radioterapi. Kemoterapi biasanya hanya dilakukan kepada pasien yang mengalami kekambuhan atau kondisinya sudah tidak bisa dioperasi.

Lesi pada mukosa oral dapat terjadi pada bagian manapun, tetapi terutama melibatkan:
1. Palatum keras atau palatum lunak, atau uvula
2. umumnya kecil (<5mm) dan mungkin
3. Asimtomatik.
4. Berhubungan dengan gejala minimal seperti kesadaran dari lesi, kecil tanpa rasa sakit.
Trauma sekunder dapat menyebabkan ketidaknyamanan ringan. Biasanya hanya ada satu atau beberapa diskret lesi yang hadir pada setiap waktu. Lesi mungkin memiliki beberapa penampilan yang berbeda:
a. Lesi Exophytic dengan hyperkeratosis bertangkai.
b. Sessile papula berbentuk Dome yang mungkin warna mukosa normal atau menjadi putih karena hiperkeratosis.
c. Flat-topped papula Sessile yang hanya sedikit menonjol di atas permukaan dan umumnya warna mukosa normal.
Jika ada lesi multiple, harus dipertimbangan untuk diagnosis kemungkinan terjadi Focal epitel hiperplasia (Heck's Disease).
# Ini jarang terjadi UK
# Ini umum di beberapa populasi (misalnya Eskimo & Venezualan India).
# Disebabkan oleh HPV13 & HPV32 pada individu yang rentan.
Tidak semua lesi timbul sebagai konsekuensi dari seks oro-genital, tapi kemungkinan ini harus dipertimbangkan.
Diagnosis klinis dapat dilakukan dengan biopsi eksisi dan histopatologi. Setelah diagnosis didapat dapat ditentukan lesi rekuren atau tidak kemudian dapat ditentukan rencana terapi berikutnya,seperti:
1. Eksisi.
2. Cryotherapy (pembekuan dengan probe didinginkan dengan nitrogen cair).
3. Laser penguapan.
Lesi recurrent dapat terjadi dan berkembang di tempat lain di mulut:
Beberapa pasien mengalami beberapa program perawatan untuk lesi ini. Lesi muncul secara spontan, meskipun hal ini tidak dapat diprediksi dengan pasti pada setiap individu.

KONTROL PLAK

Peranan plak gigi terhadap terjadinya kelainan periodontal sudah dikenal selama hampir 80 tahun. Oleh sebab itu kontrol plak adalah tindakan yang penting dilakukan karena plak yang merupakan penyebab utama dari lubang gigi dan radang gusi. Plak ini sangat sulit dilihat dengan mata karena tidak berwarna, terutama pada tahap awal pembentukanya.

APOTEK TAK DIJAGA APOTEKER

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG
Dalam dunia kesehatan, apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian mencakup hal-hal yang luas tergantung pada dimana seorang apoteker menjalankan profesinya. Namun, inti dari pekerjaan kefarmasian adalah pelaksanaan “Pharmaceutical Care”, yaitu tanggung jawab farmako-terapi dari seorang farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu tempat dimana Pharmaceutical Care dapat diimplementasikan adalah apotek.

Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Kegiatan bisnis yang dilakukan dalam apotek memberikan ciri khusus yang sangat berbeda dibandingkan usaha bentuk lain, walaupun tujuan akhir sama-sama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Perbedaan yang nyata tidak hanya terlihat dari kekhususan barang yang diperjualbelikan (obat-obatan, perbekalan farmasi, atau alat kesehatan lainnya), tetapi juga dari segi persyaratan sahnya penjualan, besarnya resiko penggunaan barang yang tidak tepat, aturan pemakaian, dan perbedaan dalam hal standar maksimal harga penjualan. Dari segi harga, suatu apotek tidak mengenal strategi penjualan seperti barang dagang lain yang mengenal naik turunnya harga, tergantung pada kondisi pasar pada saat tertentu, sehingga istilah-istilah pemberian diskon, hadiah bagi pembelian produk tertentu dengan jumlah tertentu, sayembara berhadiah, dan lain-lain tidak etis diterapkan dalam apotek.

Menurut peraturan yang ada, setiap apotek harus memiliki seorang apoteker yang berlisensi sebagai penanggung jawab apotek. Apoteker yang bekerja sebagai pengelola apotek difokuskan perannya kepada:
a. Menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang mutu dan keabsahannya terjamin
b. Melayani dan mengawasi peracikan dan penyerahan obat
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik dengan resep dokter maupun penjualan bebas
d. Melaksanakan semua peraturan kefarmasian tentang apotek
e. Tidak terlibat konspirasi penjualan obat keras ke dokter praktek, toko obat, dan sarana lainnya yang tidak berhak
f. Melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien
Fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa banyak apoteker yang tidak berada di apotek seperti yang seharusnya. Padahal, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP 25), setiap hari seorang apoteker harus berada di apotek untuk melayani masyarakat dan bertanggung jawab atas semua kegiatan manajemen dan kefarmasian yang diselenggarakan di apotek. Selain itu, peraturan Departemen Kesehatan/Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Komunitas mengharuskan adanya dua apoteker jika apotek melayani masyarakat lebih dari 8 jam dan tiga apoteker jika apotek melayani masyarakat 24 jam.

Diduga hampir 99% apotek di Indonesia tetap buka dan menerima pelanggan walaupun apotekernya tidak di tempat. Penelitian serupa yang dilakukan oleh para apoteker di UI menunjukkan bahwa sekitar 90% apotek yang mereka survey, apotekernya tidak ada di tempat. Ketua Umum Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI), periode lalu menuturkan bahwa apotek di Indonesia belum menjadi suatu sistem sehingga apotek menjadi sekedar tempat jual beli obat. Menurutnya, apoteker hanya sebagai prasyarat berdirinya suatu apotek. Sementara dalam praktiknya, tidak semua apotek memiliki apoteker.

Sebagian besar apoteker yang bertugas di apotek memperlakukan tugasnya di apotek sebagai kerja sampingan dan mengunjungi apotek satu-dua minggu sekali. Mereka umumnya mempunyai pekerjaan tetap lain di perguruan tinggi, industri, pemerintahan atau lembaga-lembaga lain. Alasan lain mengapa seorang apoteker jarang berada di apoteknya adalah karena mereka lemah jika dihadapkan dengan PSA, Pemilik Sarana Apotek/pengusaha. Kompensasi administrasi berupa gaji biasanya rendah dan hal ini membuat motivasi apoteker menurun. Ada pula pengusaha yang berorientasikan bisnis sehingga seringkali fungsi apoteker dalam menentukan obat mana yang diperlukan sesuai resep tidak dibutuhkan. Tujuannya adalah keuntungan sebesar-besarnya, sehingga terdapat kasus dimana obat keras yang dibeli tanpa resep dokter pun diberikan. Sebuah sumber menyatakan berkurangnya peran apoteker tersebut diakui terjadi sejak preparat/sediaan obat dipabrikasi, sehingga peran apoteker sebagai peracik obat tidak lagi merupakan suatu keharusan. Peran apoteker di apotek malah lebih banyak dilakukan oleh asisten apoteker. Kurang siapnya apoteker, terutama apoteker baru dalam mempersiapkan bekalnya untuk bekerja di apotek juga merupakan penyebab masalah ini.

Apoteker sebagai peran sentral yang bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat belum melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga menimbulkan citra yang kurang baik bagi profesi apoteker itu sendiri. Seharusnya di setiap apotek yang buka, ada apoteker yang bertugas dan merupakan hak konsumen untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian secara langsung dari apoteker. . Ketidakhadiran seorang apoteker memberikan dampak bagi keberlangsungan pelayanan terhadap masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi pasien sebagai pihak yang lemah. Pasien tidak mendapat informasi lengkap tentang khasiat obat yang ditebusnya dari apotek kecuali penjelasan singkat tentang aturan pakai dari pelayan apotek tersebut, sementara untuk menebus obat itu pasien harus mengeluarkan biaya mahal. Dampak lain dari masalah ini adalah perbedaan mendasar dari apotek dan toko obat semakin tidak transparan. Sosok apoteker sebagai orang yang bertanggung jawab penuh dan sekaligus pembeda nyata dengan toko obat yang menurut peraturan tidak harus memiliki apoteker, semakin tidak jelas kedudukan spesifiknya.

Di sisi lain pasien seringkali terkecoh dengan penjelasan dari pelayan apotek bahwa obat tertentu di resep tersebut habis dan bisa digantikan dengan obat merek lain dengan khasiat yang sama. Bagi pasien yang tak ingin repot, tawaran ini menjadi alternatif pilihan. Padahal, mengganti resep obat tidak dibenarkan. Seperti yang ditegaskan dr Marius Widjajarta, SE, seorang apoteker apalagi seorang pelayan apotek tidak berhak membujuk pasien untuk mengubah resep dokter tanpa persetujuan dokter yang bersangkutan. Seharusnya apoteker berkomunikasi dengan dokter mengenai resep yang diberikan untuk memberikan pelayanan yang optimal terhadap pasien. Apalagi jika dalam resep terdapat keraguan terhadap obat yang diberikan, misalnya ada kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat. Maka, konsultasi dibutuhkan supaya tidak terjadi kesalahan pemberian obat yang berakibat fatal terhadap keselamatan pasien.

Pemerintah belum memiliki standar farmasi yang jelas. Padahal standar itu sangat penting untuk menegaskan posisi farmasis atau apoteker dalam pengelolaan obat. Merupakan kewenangan pemerintah dalam membuat sistem yang tepat untuk memposisikan apoteker tersebut sesuai profesinya. Pemerintah perlu melakukan sebuah keputusan yang tegas apakah apoteker ditempatkan dalam masyarakat, rumah sakit atau apotek tersendiri. Di luar negeri semuanya sudah diatur dengan jelas dalam sistem tertentu. Pemerintah yang membuat keputusan dan sistem, mereka pulalah yang menjalankan kewenangan itu. Dengan adanya sistem tersebut maka tergambarkan di posisi mana apoteker itu. Apabila terjadi hal-hal diluar sistem tersebut, pemerintah bisa melakukan tindakan tertentu kepada apoteker sesuai dengan peraturan yang dibuat. Saat ini hal itu belum ada.

Untuk menjalankan sistem itu, dalam struktur pemerintahan (Depkes) perlu ada direktorat khusus yang mengatur masalah pelayanan obat. Tujuannya adalah sebagai pelaksana kewenangan yang sudah dibuatkan sistemnya. Karena itu pemerintahlah yang mengatur pelaksanaannya. Pemerintah tak perlu menilai komoditi obat mana yang ditangani apoteker, karena semua obat itu dikelola oleh apoteker.

Dengan standar kompetensi farmasis tersebut, para apoteker mengatur diri sendiri. Standar tersebut menjadi paduan bagi apoteker dalam menjalankan profesi dan tugasnya.

Pada Oktober 2004 Kefarmasian Departemen Kesehatan (DepKes) RI bersama ISFI sudah menyusun standar kefarmasian di apotek. Standar tersebut menyangkut beberapa program pemerintah tentang profesi apoteker dan fungsinya. Ada beberapa program yang siap diterapkan. Salah satunya meningkatkan fungsi apoteker di apotek. Ditekankan juga beberapa langkah untuk meningkatkan kesadaran bahwa apoteker itu sangat penting dalam memberikan konsultasi obat kepada masyarakat serta informasi menyeluruh tentang hal itu.

Solusi lain telah dituangkan dalam keputusan Menteri Kesehatan bahwa apotek di Indonesia akan diakreditasi. Hal ini dimaksudkan agar seluruh apotek memiliki standar pelayanan kefarmasian.

Diimbau kepada masyarakat agar jangan membeli obat di apotek yang tidak ada apotekernya. Pasien merupakan salah satu komponen dari tim perawatan kesehatan, sehingga pasien harus aktif berdiskusi dengan apoteker mengenai obat-obatan yang dikonsumsinya. Jangan hanya menyerahkan segala sesuatunya kepada dokter atau apoteker. Sikap masyarakat yang demikian akan memaksa apoteker hadir setiap saat di apotek. Dengan demikian masyarakat memperoleh pelayanan yang komperehensif.

Walaupun sebenarnya apoteker harus berada di apotek sepanjang jam buka apotek, ada baiknya juga jika apoteker memiliki jam praktik seperti halnya dokter. Jam praktik akan memberikan peraturan yang jelas dan mengikat bagi apoteker mengenai presensinya di apotek. Jam praktik yang dimaksud diterapkan seperti shift, sebagai contoh, apotek A buka 24 jam dan memiliki 3 apoteker yang akan berada di apotek masing-masing 8 jam per hari secara bergiliran. Jika hal semacam ini diterapkan, akan selalu ada apoteker di apotek. Bila perlu, apoteker memiliki ruangan khusus sebagai tempat pasien untuk berkonsultasi.

Dr. Imono Argo Donatus SU, Apt mengatakan peran apoteker sangat penting dalam memberikan obat kepada pasien/konsumen. Tugas apoteker bukan lagi sekadar mengecek keabsahan resep, menghitung takaran, menimbang/mengukur bahan, meracik dan menyalurkan/menyerahkan obat kepada pasien/konsumen, sebagaimana selama ini terjadi. Pelayanan apoteker harus diperluas, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, ke pelayanan farmasi sosial (social pharmacy) dengan cakupan populasi masyarakat yang lebih luas.

Seperti yang telah dijelaskan, inti dari pekerjaan kefarmasian adalah pelaksanaan Pharmaceutical Care. Hal ini dapat diimplementasikan melalui “Good Pharmacy Practise” atau Praktik Kefarmasian yang Baik. Aktifitas di apotek yang mencerminkan pelaksanaan Good Pharmacy Practice ini membutuhkan pelayanan yang profesional dari apoteker. Pelayanan yang profesional harus dilaksanakan dengan kemampuan dan disiplin yang tinggi, mengamalkan kode etik dan standar profesi, dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sikap perilaku profesionalisme yang didukung keinginan selalu berbuat benar, merupakan wujud realisasi yang menopang sistem mekanisme. Kode etik yang pada dasarnya adalah tatanan nilai etis dan moral yang berkaitan langsung dengan perilaku individu dalam suatu profesi, merupakan komitmen moral yang harus dihormati dan menjiwai perilaku, seluruh sikap dan tindakan profesionalnya. Jika semua apoteker berperan untuk meningkatkan pelayanannya dan mempunyai niat baik untuk memperbaiki situasi kefarmasian, maka harkat dan martabat apoteker bisa diraih kembali.

Sumber : Surya Online, Konsultasi Kesehatan dan Kefarmasian, Indonesian Pharmaceutical Watch,
Waspada Online, Harian Suara Pembaruan, Cybermed, Harian Republika, YanFar

Kisah Kota Tiga Iman

Dalam sejarah dunia, tidak pernah ada sebuah kota yang begitu krusial posisinya seperti Jerussalem. Yahudi, Kristen dan Islam, menjadikan kota yang satu ini sebagai kota suci. Dan darah selalu mewarnai penulisan sejarahnya.

Free Shoutbox Technology Pioneer