Tuesday, August 17, 2010

WARGA TOLAK SAMPAH RSPD

FAUZAN AKMAL

Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155



Abstrak
Rumah sakit merupakan tempat untuk menyembuhkan orang sakit. Akan tetapi, rumah sakit juga memilikikemungkinan memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang dapat terjadi salah satunya adalah pencemaran air akibat dari pembuangan limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik. Seperti halnya limbah medis dari rumah sakit panca darma (RSPD) yang dibuang yang tak jauh dari pemukiman warga. Banyak kemungkinan limbah nedis ini mencemari sungai yang banyak dipakai warga untuk keperluan mandi, mencuci dan kebutuhan lain.
Key word : Limbah Medis, Pemukiman Warga, RSPD


Pendahuluan
Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum, besar artinya bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang diharapkan mampu memperolehpelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan setinggitingginya. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat tersebut. Rumah sakit sebagai salah satu upaya peningkatan kesehatan tidak hanya terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa pencemaran dari suatu proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik. Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatan terinfeksi HIV, 2 di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah medis1. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang baik tidak hanya pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit secara keseluruhan. Namun, berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada, yang memiliki incinerator baru 49% dan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai 52% 1.Hasil dari kualitas pengolahan limbah cair tidak terlepas dari dukungan pengelolaan limbah cairnya. Suatu pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar. Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah cair rumah sakit, supaya limabh diolah dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.58/MNLH/12/1995.
LIMBAH RUMAH SAKIT
Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan sampah dapur. Hanya 19% limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan kembali, sisanya limbah domestik dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.
Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestic di masing masing negara.
Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih terpinggirkan dari pihak manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan masih terselubung di bawah bag. Umum. Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola lingkungan tentang peraturan dan peryaratan dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa minim. Masih banyak yang belum mengetahui tatacara dan kewajiban pengelolaan limbah medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah maupun pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas.
KATEGORI LIMBAH RUMAH SAKIT
• Limbah Infeksius
Limbah yang dicurigai mengandung bahan patogen contoh kultur laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta
• Limbah Patologis
Jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain termasuk janin

• Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam, contoh jarum, peralatan infus, skalpel, pisau, potongan kaca
• Limbah Farmasi
Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh obat-obatan yang sudah kadaluwarsa atau tidak diperlukan lagi, item yang tercemar atau berisi obat
• Limbah Genotoksik
Limbah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik contoh limbah yang mengandung obat-obatan sitostatik (sering dipakai dalam terapi kanker) zat kimia genotoksik. Produk bersifat genotoksik yang paling banyak digunakan untuk sarana pelayanan kesehatan:
1. Golongan Karsinogenik
o Benzen
2. Obat Sitotoksik
o Azatioprin, Klorambusil, Siklosporin, Siklofosfamid, Melfalan, Semustin, Tamoksifen, Tiotepa, Treosulfan
3. Golongan yang kemungkinan karsinogenik
Azacitidine, bleomycin, carmustine, chloramphenicol,chlorozotocin, cisplatin, dacarbazine, daunorubicin, dihydroxymethylfuratrizine(e.g.Panfuran S—no longer in use), doxorubicin, lomustine,methylthiouracil,metronidazole, mitomycin, nafenopin, niridazole, oxazepam, phenacetin, phenobarbital, phenytoin, procarbazine hydrochloride, progesterone, sarcolysin, streptozocin, trichlormethine
• Limbah Kimia
Limbah yang mengandung bahan kimia contoh reagen di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluwarsa atau sudah tidak diperlukan, solven. Limbah ini dikategorikan limbah berbahaya jika memiliki beberapa sifat (toksik, korosif (pH12), mudah terbakar, reaktif (mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan), genotoksik
• Limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Baterai, thermometer yang pecah, alat pengukur tekanan darah
• Wadah bertekanan
Tabung gas anestesi, gas cartridge, kaleng aerosol, peralatan terapi pernafasan, oksigen dalam bentuk gas atau cair
• Limbah Radioaktif
• Limbah yang mengandung bahan radioaktif contoh cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium

SUMBER LIMBAH MEDIS
• Unit pelayanan kesehatan dasar
• Unit pelayanan kesehatan rujukan
• Unit pelayanan kesehatan penunjang ( laboratorium)
• Unit pelayanan non kesehatan (farmasi )
PERATURAN TENTANG LIMBAH RUMAH SAKIT
Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan Rumah Sakit antara lain diatur dalam :

1. Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2. Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
3. PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan Beracun (B3)
4. Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3
¬
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari proses insinerasi.
Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.

Baku Mutu DRE untuk Incinerator
No Parameter Baku Mutu DRE

1. POHCs 99.99%
2. Polychlorinated biphenil (PCBs) 99.9999%
3. Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) 99.9999%
4. Polychlorinated dibenzo-p-dioksin 99.9999%

Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk incinerator.

Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator
No Parameter Kadar Maksimum (mg/Nm2)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12
13
14 Partikel
Sulfur dioksida (SO2)
Nitrogen dioksida (NO2)
Hidrogen Fluorida (HF)
Karbon Monoksida (CO)
Hidrogen Chlorida (HCl)
Total Hidrocarbon (sbg CH4)
Arsen (As)
Kadmiun (Cd)
Kromium (Cr)
Timbal (Pb)
Merkuri (Hg)
Talium (Tl)
Opasitas 50
250
300
10
100
70
35
1
0.2
1
5
0.2
0.2
10%

Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau dikelola oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
TEKNIK PEGOLAHAN LIMBAH MEDIS
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakit tersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum ”dilempar” menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang
Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini hanya sedikit rumah sakit yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya
Teknologi pengolahan limbah Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis. Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukaannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (U.S.EPA) tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain.
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika. Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge.
Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri.
Ozonisasi limbah cair rumah sakit Proses pengolahan limbah dengan metode ozonisasi adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair.
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai.Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikal akan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air. Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit. Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakit tidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.
Green Hospital
Dalam mendorong pengelolaan lingkungan rumah sakit yang ramah lingkungan (Green Hospital), Kementerian Negara Lingkungan Hidup mendorong Rumah Sakit agar dalam pengelolaannya tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga bersifat proaktif. Masih banyak rumah sakit yang dalam mengelola lingkungannya hanya mengandalkan terhadap kecanggihan teknologi end of pipe treatment dan belum memaximalkan opsi atau pilihan pencegahan dan minimisasi limbah. Agar mencapai green hospital maka rumah sakit ddidorong untuk tidak hanya mengelola limbahnya sesuai degan peraturan saja tetapi juga menerapkan prisip 3R (Reuse, Recycle, Recovery) terhadap limbah yang dihasilkannya serta melakukan penghematan dalam penggunaan sumber daya alam dan energi seperti penghematan air, listrik, bahan kimia, obat-obatan dan lain lain. Disamping itu pengelola juga didorong untuk terus meningkatkan pengelolalaan kesehatan lingkungan rumah sakitnya.

Tahap awal dalam pengelolaan limbah medis adalah melakukan pencegahan pada sumbernya. Semaksimal mugkin harus diupayakan pencegahan terhadap timbulnya limbah yang seharusnya tidak terjadi. Upaya pencegahan pencemaran dan minimisasi limbah yang sering dikenal dengan Produksi Bersih (Cleaner Production) akan memberikan keuntungan bagi pengelola dan lingkungan. Dengan berkurangnya jumlah limbah yang harus dimusnahkan dengan incinerator maka akan mengurangi jumlah biaya operasionalnya dan akan mengurangi emisi yang dikeluarkan ke lingkungan. Berikut adalah beberapa upaya dalam melakukan pencegahan timbulan limbah:
1. Pelaksanaan House Keeping yang baik, dengan menjaga kebersihan lingkungan, mencegah terjadinya ceceran bahan. Dengan pelaksanaan good house keeping yang baik di laboratorium dan kamar rawat akan menghindarkan terjadinya ceceran bahan kimia ataupun racikan obat.
2. Pemakaian air yang efisien akan mengurangi jumlah air yang masuk kedalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC).
3. Kalaupun timbulan limbah tidak bisa dihindari maka perlu dilakukan segregasi atau pemilahan limbah sehingga limbah yang masih bisa dimanfaatkan atau didaur ulang tidak terkontaminasi oleh limbah infeksius. Contoh lainnya adalah pemisahan limbah klinis dengan limbah dari kegiatan non klinis.
4. Pelaksanaan preventif maintenance, yang ketat akan menghindarkan terjadinya kerusakan alat yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah limbah yang terjadi.
5. Pengelolaan bahan-bahan atau obat-obatan yang tepat, rapi dan selalu terkontrol sehingga tidak terjadi ceceran dan kerusakan bahan atau obat, berarti mengurangi limbah yang terjadi.
Tahap selanjutnya terhadap limbah yang tidak bisa dihindari adalah langkah segregasi atau pemilahan. Pemilahan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan limbah berdasarkan karakteristiknya. Limbah domestik harus terpisah dari limbah B3 ataupun limbah infeksius. Hal ini bertujuan agar jumlah ataupun limbah yang harus ditreatmen secara khusus (limbah B3) tidak terlalu besar (minimal). Limbah kimia dari laboratorium dan sisa racikan obat harus memiliki tempat penampungan tersendiri agar tidak mengkontaminasi limbah cair lainnya yang bukan limbah B3.
Tahap ketiga adalah pemanfaatan limbah. Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari limbah yang tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur ulang ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik berupa kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu pula dengan limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos. Limbah plastik bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat ini hanya sekitar 19% limbah domestik dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan untuk didaur ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan ataupun untuk direuse. Beberapa limbah kimia yang dapat dimanfaatkan kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin.
Selanjutnya adalah penghancuran terhadap limbah infeksius dan padatan limbah B3 dengan incinerator. Incinerator yang digunakan adalah incinerator yang mempunyai spesifikasi khusus sesuai dengan yang disyaratkan dalam Kepdal No 03 Tahun 1995. Incinerator yang memiliki nilai pembakaran dan penghancuran yang tinggi akan membakar habis limbahnya dan hanya meninggalkan sedikit sekali abu. Abu yang dihasilkan dapat dikirim ke industri jasa pengolah limbah atau dimanfaatkan sendiri seizin Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

KESIMPULAN
Limbah medis merupakan suatu bahan berbahaya yang sangat berbahaya apabila dibuang ke pemukiman warga akan sangat berbahaya. Seperti kasus di sukorejo. Sebaiknya limbah medis sebelum dibuang, diolah terlebih dahulu melalui tahap – tahap yang telah diuraikan diatas. Semoga kedepannya limbah medis dimasa yang akan datang tidak lagi mencemari apalagi menginfeksi warga.

Referensi
1.Depkes.Penanganan Limbah Medis Tajam Harus Segera Dibenahi. http://www.depkes.go.id.html.2006.
2.Kusnoputranto, Haryoto. Air Limbah dan Ekskreta Manusia. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.
3.www.kementrianlingkunganhidup.go.id

No comments:

Post a Comment

Free Shoutbox Technology Pioneer